Disusun Oleh Rizki Baro Katun
PENDAHULUAN
Produksi
bersih (cleaner production) merupa-kan elemen strategis dalam teknologi
produksi saat ini dan dimasa mendatang. Penerapan produksi bersih menekankan
pada pengurangan (reduction) atau penghilangan (avoiding) pencemaran
lingkung-an pada sumbernya setiap tahapan proses, sehingga diperoleh keuntungan
berupa pengurangan produksi hasil samping (non-product output)/limbah,
optimasi penggunaan sumberdaya, dan peningkatan efisiensi produksi.
Dalam mencapai tujuan penerapan
produksi bersih tersebut di atas, proses pemisahan dengan membran filtrasi
memainkan peranan penting (Paul dan Ohirogge, 1998). Beberapa keunggulan proses
membran dibandingkan dengan proses pemisahan lainnya (sedimentasi, destilasi,
ekstraksi, dll) adalah: (i) tidak memerlukan pengubahan fase medium baik secara
fisik, kimia maupun biologis, (ii) proses berlangsung dengan cepat, (iii) cara
pengoperasian sederhana, (iv) mudah dalam penggadaan skala (scale up),
(iv) tidak memerlukan banyak tempat (compact), dan (v) memberikan hasil
(permeat) dengan kualitas sangat baik (Scott dan Hughes, 1996). Penggabungan
membran filtrasi dengan koagulasi atau flo kulasi selain memberikan efek penghilangan kekeruhan dan disinfeksi, juga
meningkatkan efisiensi pemisahan bahan-bahan ter-larut seperti fosfat, dan
warna (Rautenbach dan Vassenkeul, 1998).
Hambatan
utama penerapan proses membran untuk produksi bersih adalah keterbatasan
membran, karena membran masih harus diimpor dengan harga yang sangat mahal
(saat ini sekitar Rp 350.000,- - Rp 500.000,-/m2, belum termasuk ongkos
pengirim-an dan harga modulnya). Selain itu, aplikasi proses membran sering
bermasalah karena rendahnya ting-kat fluks yang dicapai akibat terbentuknya
polarisasi konsentrasi (concentration polarization) atau lapisan penutup
(layer) pada permukaan membran. Pada kondisi ekstrem, pori-pori membran
dapat tersum-bat, sehingga fluks menurun secara drastis dan kebu-tuhan luasan
membran dan dengan demikia kebu-tuhan biaya investasi menjadi sangat tinggi.
Intensitas
pembentukan polarisasi konsentrasi pada permukaan membran sangat ditentukan
karak-teristik membran, karakteristik medium, kondisi operasi, serta interaksi
antara membran dengan bahan yang dipisahkan (Weiss et al, 1993). Oleh karena
itu, untuk meningkatkan kinerja membran diperlukan pengkajian secara khusus
untuk pemilih-an jenis membran dan kondisi operasi yang disesuai-kan dengan bidang aplikasi.
Tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
(i) Memproduksi dan menentukan karakteristik membran
dari polimer alami (selulosa asetat dan chitosan).
(ii) Pengujian kinerja membran yang dihasilkan untuk
aplikasi produksi bersih, dengan studi kasus pada industri pulp dan kertas
(iii)
Evaluasi kelayakan teknis / finansial penerapan membran untuk produksi bersih,
meliputi kebu-tuhan biaya dan hasil yang dapat dicapai.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Untuk
penelitin ini dugunakan efluen instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sekunder:
(a) Efluen dari Pabrik A yaitu pabrik kertas dengan mengguna-kan pulp yang
diperoleh dari luar pabrik. Efluen ini telah mengalami proses pengolahan secara
kimia (koagulasi/flokulasi) dan pengendapan, yang dilan-jutkan dengan
pengolahan secara biologis (activated sludge); (b) Efluen dari pabrik B yaitu
pabrik kertas dengan bahan baku kertas bekas. Seperti pada efluen pabrik A,
efluen ini juga telah mengalami proses pengolahan secara kimia (koagulasi /
flokulasi) dan sedimentasi, serta proses biologis (activated sludge).
Percobaan
dilakukan dengan menggunakan membran dari selulosa dan membran dari chitosan.
Komposisi bahan membran dari selulosa asetat ada-lah sebagai berikut: selulosa
asetat 13 %, aseton 70 %, air 16 %, dan Mg(Cl4)2 1 %. Chitosan untuk penelitian
ini dibuat dari limbah perikanan (kulit udang). Chitosan dibuat dari limbah
udang sesuai dengan prosedur Suptijah et.al. (1992).
Metode Penelitian
Secara
umum, tahapan penelitian terdiri atas; produksi dan karakterisasi membran,
uji-coba membran, dan evaluasi kelayakan teknis dan finansial.
Pembuatan
membran dilakukan sesuai dengan prinsip proses inversi fase. Bahan utama untuk
produksi membran adalah polimer alami berupa selulosa asetat dengan pelarut
aseton, dan bahan ‘pengendap’ polimer (swelling agent) berupa air dan
Mg(OCl4)2. Proses produksi membran dari selulosa asetat sesuai dengan
rekomendasi Rosa dan Pinho (1995).
Produksi
membran dari chitosan dilakukan sesuai dengan prosedur sebagimana diuraikan
oleh Uragami (1992). Sebanyak 3 gram chitosan dilarut-kan ke dalam 97 gram
CH3COOH. Preparasi mem-bran dari chitosan dilakukan sesuai dengan prosedur.
pembanding digunakan membran ultrafiltrasi dari bahan surface modified PVDF
(Polivinilidin fluorid) dengan MWCO 10.000 Da.
Membran
yang dihasilkan kemudian dikarak-terisasi yaitu dengan menentukan
fluks/permabilitas membran dan resistensi membran. Permeabilitas atau fluks
adalah laju aliran permeat (Q) per satuan luasan membran (A) dan dinyatakan
dalam L/m2 jam:
Fluks
J diukur pada berbagai tekanan transmembran dan suhu ruang (25 oC), dengan
menggunakan medium air distilata. Selektivitas membran menyata-kan persentase
komponen tertentu yang dapat di-tahan oleh membran, dan dinyatakan dengan
per-samaan berikut:
dengan
f = selektivitas membran (-), cR dan cP masing-masing adalah konsentrasi
komponen refe-rensi di dalam retentat dan di dalam permeat (mg/L). Resistensi
membran terhadap aliran permeat ditentu-kan dari nilai fluks J (m3/m2 s),
tekanan trans membran p (Pa), dan viskositas dinamis permeat (Pa.s) sesuai
dengan persamaan berikut:
Uji coba membran
dilakukan untuk menentu-kan kinerja membran untuk menyaring air limbah industri
pulp dan paper pada berbagai kondisi operasi. Percobaan dilaksanakan dengan
mengguna-kan prinsip operasi aliran silang (cross flow filtration).
Gambar 5 menunjukkan skema peralatan untuk pengujian kinerja membran. Parameter
kinerja membran dievaluasi melalui pengkuran fluks yang dapat dicapai dan
kualitas permeat yang dihasilkan (kekeruhan, warna, konsentrasi padatan dan
bahan organik). Luasan membran yang digunakan untuk penelitian ini adalah
sebesar 10,8 cm2.
Uji
coba aplikasi membran untuk produksi bersih di bidang agroindustri dilakukan
pada kasus daur-ulang air limbah industri pulp dan kertas. Tuju-an dari
daur-ulang air limbah adalah untuk mereduk-si penggunaan air sekaligus
mengurangi volume air limbah yang dihasilkan.
Karakteristik Membran
Membran dari Selulosa Asetat
Dalam
penelitian ini dilakukan preparasi membran dari sesulosa asetat dengan berbagai
kon-sentrasi. Karakteristik membran yang dihasilkan di-evaluasi dari parameter
fluks (L/m2 jam) atau per-meabilitas (L/m2 jam bar) dan resistensi membran
terhadap aliran permeat. Fluks merupakan volume permeat yang diperoleh setiap
satuan luasan mem-bran dan satuan waktu pada temperatur dan tekanan
tertertentu, sedangkan permeabilitas didefinisikan sebagai peningkatan fluks
jika tekanan transmem-bran ditingkatkan 1 bar. Resistensi membran ter-hadap
aliran permeat ditentukan berdasarkan per-samaan. Untuk penentuan kedua
parameter ter-sebut digunakan air bersih bebas padatan pada tem-peratur ruang.
Gambar
6 menunjukkan fluks membran selulosa asetat dibandingkan dengan membran PVDF.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa fluks membran berbanding lurus dengan
tekanan trans membran. Kemiringan garis hubungan antara fluks dan tekanan
transmembran adalah permeabilitas membran yang bersangkutan. Hasil pengukuran
tersebut menunjukkan bahwa nilai permabilitas sebesar 41 L/m2 jam bar untuk
membran selulosa asetat, lebih kecil dibandingkan dengan permeabili-tas membran
PVDF yaitu sebesar 75 L/m2 jam bar. Nilai permabilitas tersebut ditentukan oleh
tingkat resistensi membran terhadap aliran permeat. Nilai resistensi membran
selulosa asetat adalah sebesar 1,23 x 1013 m-1, lebih besar dibanding dengan
nilai resistensi membran PVDF (6,08 x 1012 m-1).
Fluks
dan permeabilitas membran ditentukan selain oleh viskositas permeat (dalah hal
ini air), sedangkan resistensi membran pada selang tempe-ratur wajar tidak
terpengaruh oleh temperatur. Oleh karena viskositas air dipengaruhi oleh
temperatur, maka permeabilitas juga dipengaruhi oleh tempera-tur. Semakin
tinggi temparatur, semakin rendah viskositas permeat dan semakin tinggi
permabilitas membran.
Gambar
6. Fluks membran dari selulosa asetat dibandingkan dengan membran PVDF
(komersial) pada berbagai tekanan transmembran
Membran dari Chitosan
Membran
dari chitosan dibuat dengan cara melarutkan chitosan ke dalam asam asetat
sesuai dengan prosedur pada Gambar 4. Dalam penelitian ini juga telah dilakukan
preparasi membran dari chitosan dengan berbagai konsentrasi. Sebagaimana pada
membran dari selulosa asetat, karakteristik membran yang dihasilkan dievaluasi
dari parameter fluks (L/m2jam) atau permeabilitas (L/m2 jam bar) dan resistensi
membran terhadap aliran permeat. Untuk penentuan kedua parameter tersebut
diguna-kan air bersih bebas padatan pada temperatur ruang.
Kemiringan
garis hubungan antara fluks dan tekanan transmembran adalah permeabilitas
membran yang bersangkutan. Dari hasil pengukuran tersebut di-peroleh nilai
permabilitas sebesar 37 L/m2 jam bar untuk membran dari chitosan, lebih kecil
diban-dingkan dengan permeabilitas membran PVDF yaitu sebesar 75 L/m2 jam bar.
Nilai permabilitas tersebut ditentukan oleh tingkat resistensi membran terhadap
aliran permeat. Nilai resistensi membran selulosa asetat adalah sebesar 1,11 x
1013 m-1, lebih besar dibanding dengan nilai resistensi membran PVDF (6,08 x
1012 m-1).
Perbandingan Antara Membran Selulosa Asetat, Membran Chitosan, dan
Membran PVDF
Perbandingan
karakteristik membran selulosa asetat, membran chitosan, dan membran PVDF
di-tinjau dari permeabilitas dan resistensi membran masing-masing. terlihat
bahwa permeabilitas membran dari selulosa asetat dan membran dari chitosan
relatif rendah, meskipun masih lebih tinggi disbanding dengan permabilitas
membran PVDF.
selama
operasi pada berbagai kondisi operasi. Pada semua kasus teramai adanya
penurunan fluks pada awal waktu operasi dan sete-lah sekitar 30 menit fluks
mencapai kondisi tunak (fluks tidak menurun lebih lanjut). Nilai fluks pada
kondisi tersebut sekitar 100 L/m2 jam.
Peningkatan
tekanan transmembran dari 1 menjadi 2 bar tidak menyebabkan perubahan fluks
secara berarti. Kejadian yang sama juga diamati pada peningkatan tekanan
transmembran dari 2 bar menjadi 3 bar. Peningkatan tekanan transmembran
menyebabkan peningkatan daya tekan permeat melalui membran, sehingga menyebkan
jumlah laju alir cairan menuju ke membran mingkat. Dengan meningkatnya laju
alir ini maka jumlah partikel yang terbawa ke arah membran meningkat. Karena
laju alir ke arah membran tidak diimbangi dengan laju balik dari membran, maka
akan terjadi akumulasi partikel pada permukaan membran yang menyebab-kan
peningkatan resistensi terhadap aliran permeat. Dengan demikian, peningkatan
tekanan transmem-bran tidak menyebabkan peningkatan fluks. Pada penelitian ini
tidak dimungkinan pengaturan tekanan transmembran tanpa mengubah laju
pengaliran alir-an, sehingga peningkatan tekanan transmembran tersebut
menyebabkan penurunan kecapatan laju pengaliran.
Biaya
pengolahan air limbah dengan proses membran terdiri dari dua komponen yaitu
biaya investasi dan biaya operasi. Biaya investasi terutama untuk pengadaan
membran, pompa dan peralatan pendukung lainnya. Biaya operasi proses membran
pada prinsipnya terdiri dari biaya penyusutan, penggantian membran, bahan
kimia, pemeliharaan, dan energi.
Tingkat
kelayakan teknis/ekonomis penerap-an proses membran sangat ditentukan oleh
harga membran dan tingkat fluks yang dapat dicapai dan kualitas permeat yang
dihasilkan. Berdasarkan dari hasil penelitian ini, fluks yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah sekitar 100 L/m2 jam untuk membran dari chitosan dan
sekitar 33 L/m2 jam untuk membran dari selulosa asetat. Dengan meng-gunakan
membran komersial (PVDF) diperoleh fluks sebesar sekitar 100 L/m2 jam.
Fluks
merupakan parameter terpenting kelayakan penerapan proses membran, karena fluks
menentukan kebutuhan luas membran. Fluks umum-nya tinggi pada awal operasi dan
menurun dengan meningkatnya waktu operasi. Setelah waktu tertentu fluks
mencapai kondisi tunak, dimana fluks tidak mengalami perubahan secara berarti
dengan mening-katnya waktu operasi. Nilai fluks pada kondisi ini selain
dipengaruhi oleh jenis membran, juga di-pengaruhi oleh kondisi operasi seperti
kecepatan aliran umpan, tekanan transmembran, konsentrasi padatan, dan
temperatur. Pada penelitian ini di-peroleh fluks relatif tinggi yaitu 100 L/m2
jam untuk membran dari chitosan, sebanding dengan fluks yang diperoleh dengan
menggunakan membran komersial (membran PVDF). Namun dengan meng-gunakan membran
dari selulosa asetat diperoleh fluks relatif kecil yaitu 33 L/m2 jam dan masih
memerlukan optimasi lebih lanjut.
Dengan
penerapan membran ultrafiltrasi, kualitas efluen industri pulp dan kertas dapat
ditingkatkan secara signifikan. Selain penghilangan semua padatan tersuspensi,
terasuk didalamnya mikroorganisme, parameter kekeruhan, warna, dan kadar COD
dapat reduksi secara nyata. Penurunan kekeruhan, warna dan kadar COD ditentukan
oleh jenis membran dan kondisi operasi. Pada penelitian ini diperoleh penurunan
kekeruhan, warna dan kadar COD masing-masing sebesar 80 – 96 persen, 77 - 99
persen, dan 35 - 52 persen, tergantung pada karak-teristik air limbah, jenis
membran dan kondisi ope-rasi. Tingkat rejeksi menurun dengan meningkatnya
tekanan transmembran. Penurunan kadar pencemar ini ditentukan oleh tingkat
rejeksi membran, dengan demikian kualitas permeat dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan tingkat rejeksi membran, misalnya dengan meningkatkan konsentrasi
polimer pada pembuatan membran.
DAFTAR PUSTAKA
Dirapikan. Cantumkan daftar pustaka dari buku yang dibaca sendiri, dari web yang merupakan sumber primer, dan tambahkan video dan tambahkan pula tautan. Gambar ada keterangan dan nomor, tabel ada keterangan dan nomor.
ReplyDeleteDirapikan. Cantumkan daftar pustaka dari buku yang dibaca sendiri, dari web yang merupakan sumber primer, dan tambahkan video dan tambahkan pula tautan. Gambar ada keterangan dan nomor, tabel ada keterangan dan nomor.
ReplyDelete